![]() |
| (Bupati Bekasi nonaktif, Ade Kuswara.K) |
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Bekasi nonaktif, Ade Kuswara Kunang, bersama ayahnya HM Kunang dan seorang pengusaha bernama Sarjan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap ijon proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Kamis, 18 Desember 2025, di mana Ade dan HM Kunang diamankan bersama sejumlah pihak lain. Dari hasil OTT, KPK menemukan dugaan penerimaan uang ijon proyek sebesar total sekitar Rp 9,5 miliar yang diberikan kepada mereka melalui beberapa perantara.
Peran Ayah Si Bupati: Kepala Desa tapi Bisa Atur Sana-sini
Ayah Bupati Bekasi, HM Kunang, secara resmi menjabat sebagai Kepala Desa Sukadami di Kecamatan Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi. Namun menurut KPK, posisinya jauh melampaui peran administratif desa biasa karena dianggap menjadi perantara kunci dalam praktik suap ijon proyek.
Dalam konferensi pers, Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa komunikasi antara Ade dan pengusaha — termasuk soal permintaan uang — sering dilakukan melalui HM Kunang. Bahkan, kata Asep, HM Kunang diduga bukan hanya sebagai perantara, tetapi terkadang meminta uang sendiri kepada pengusaha dan pejabat Pemkab Bekasi, meskipun bukan merupakan pejabat eksekutif di pemerintahan kabupaten.
KPK menilai statusnya sebagai ayah dari bupati memberi HM Kunang pengaruh lebih besar dari jabatan yang sebenarnya dimilikinya. Karena itulah, meskipun secara formal ia hanya kepala desa, ia justru berperan dalam proses permintaan dan penerimaan uang dari calon penerima proyek.
Skema Suap Ijon dan Penetapan Tersangka
Menurut keterangan KPK, sejak Desember 2024 hingga Desember 2025, Ade rutin meminta ijon atau “setoran berupa uang” kepada pengusaha Sarjan. Uang ini diberikan meskipun proyek yang dijanjikan belum dilaksanakan, dengan pengharapan akan memperoleh paket proyek di tahun berjalan dan mendatang.
Selain itu, KPK mencatat bahwa total aliran dana yang diterima Ade dan HM Kunang mencapai sekitar Rp 9,5 miliar, diterima dalam empat kali penyerahan melalui perantara. Uang tunai sejumlah ratusan juta turut diamankan dari lokasi penggeledahan sebagai bagian dari barang bukti.
Respons Pemerintah dan Pengawasan
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menanggapi penetapan tersangka ini dengan serius. Ia menyatakan bahwa pemerintah akan memperkuat pengawasan dalam tata kelola anggaran daerah, terutama di tengah upaya untuk mengefisienkan anggaran agar manfaatnya tersalur ke masyarakat. Menurut Bima Arya, praktik korupsi justru merampas hak publik dan tidak bisa dibiarkan.
Dampak dan Sorotan Publik
Kasus ini menarik perhatian luas karena melibatkan seorang kepala daerah bersama dengan anggota keluarganya. Selain menimbulkan pertanyaan tentang integritas pejabat publik, kasus ini juga menggarisbawahi kekhawatiran publik terhadap praktik politik dinasti dan penyalahgunaan jabatan untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. (Catatan: konteks sosial lebih luas terkait fenomena serupa di berbagai daerah juga tengah menjadi perbincangan publik).
Proses hukum terhadap Ade Kuswara Kunang dan HM Kunang masih berjalan, termasuk penyelidikan terhadap bukti komunikasi yang sempat dihapus dari perangkat elektronik dan penyitaan dokumen terkait pengadaan proyek oleh KPK.
