![]() |
| Ilustrasi: freepik |
Menjelang perayaan Natal, perbincangan mengenai hukum mengucapkan Selamat Natal dalam Islam kembali mencuat di ruang publik. Sejumlah ulama dan tokoh Islam menyampaikan pandangan yang berbeda-beda terkait hal ini, mencerminkan adanya perbedaan ijtihad dalam menyikapi hubungan sosial antarumat beragama di masyarakat majemuk.
Sebagian ulama memandang ucapan Selamat Natal sebagai bagian dari etika sosial dan toleransi. Ulama internasional seperti Syekh Yusuf Al-Qaradawi dan Syekh Ali Jum’ah, mantan Mufti Mesir, berpendapat bahwa ucapan tersebut dibolehkan selama tidak disertai keyakinan atau pengakuan terhadap ajaran teologis agama lain. Menurut mereka, ucapan selamat lebih dimaknai sebagai bentuk penghormatan kemanusiaan dan upaya menjaga keharmonisan sosial, bukan keterlibatan dalam ritual keagamaan.
Pandangan ini juga menekankan bahwa Islam membedakan secara jelas antara akidah dan muamalah. Selama seorang Muslim tetap menjaga keyakinan tauhid dan tidak ikut serta dalam ibadah Natal, maka ucapan selamat dianggap tidak melanggar prinsip dasar ajaran Islam.
Namun, di sisi lain, terdapat ulama yang bersikap lebih ketat. Pendapat ini banyak merujuk pada pandangan ulama klasik seperti Ibnu Taimiyah, yang menilai bahwa mengucapkan selamat atas hari raya agama lain berpotensi dimaknai sebagai bentuk persetujuan terhadap syiar dan keyakinan yang bertentangan dengan tauhid. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, seorang Muslim sebaiknya menghindari ucapan Selamat Natal demi menjaga kemurnian akidah.
Di Indonesia sendiri, perbedaan pandangan tersebut juga tercermin dalam sikap para ulama dan lembaga keagamaan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak mengeluarkan fatwa khusus yang secara tegas mengharamkan atau membolehkan ucapan Selamat Natal. MUI menegaskan larangan bagi umat Islam untuk mengikuti ritual Natal, sementara soal ucapan selamat dikembalikan pada keyakinan dan kehati-hatian masing-masing individu.
Pendekatan serupa disampaikan oleh sejumlah dai nasional, salah satunya Buya Yahya, yang menekankan pentingnya niat dan konteks. Ia menjelaskan bahwa jika ucapan Selamat Natal dimaksudkan sebagai doa atau pengakuan terhadap ajaran teologis tertentu, maka hal tersebut tidak dibenarkan. Namun jika sebatas ungkapan sosial tanpa muatan akidah, maka terdapat ulama yang membolehkannya.
Perbedaan pendapat ini menunjukkan bahwa hukum mengucapkan Selamat Natal berada dalam ranah ijtihad, bukan persoalan yang memiliki dalil tunggal dan mutlak. Karena itu, umat Islam diimbau untuk menyikapi perbedaan ini dengan bijak, saling menghormati, serta tidak mudah menghakimi pilihan orang lain.
Para ulama sepakat bahwa menjaga kerukunan, kedamaian, dan saling menghormati antarumat beragama merupakan nilai penting dalam kehidupan bermasyarakat. Pada saat yang sama, setiap Muslim juga diingatkan untuk tetap menjaga keyakinan dan menjalankan ajaran agamanya sesuai dengan pemahaman yang diyakini.
Tags
Life
